Sikap-sikap yang
harus dimiliki oleh suami isteri adalah:
· Saling menasehati/mengingatkan
dalam mengamalkan syari’at agama untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya.
·
Saling mencintai dan
menyayangi.
·
Saling musyawarah, terbuka,
dan jujur.
·
Saling memaafkan.
·
Saling menghormati.
·
Saling membutuhkan / kerja
sama.
·
Saling menyimpan rahasia
rumah tangga dan aib pribadi.
·
Saling menjaga kehormatan.
·
Saling mempercayai.
·
Saling bersifat
dewasa dalam mencari penyelesaian masalah, dan tidak cepat mengadukan
kepada pihat ketiga.
·
Saling memlihara, mendidik,
membimbing, mengawasi anak.
·
Saling menjaga pergaulan
anak.
·
Saling menyadari tugas masing-masing
dalam rumah tangga dengan penuh amanah.
·
Saling menjaga hubungan
baik dalam berumah tangga dan dengan lingkungannya.
·
Selalu mawas diri /
menyadari kemampuan masing-masing dengan penuh pengertian serta menerima
kenyataan yang ada.
·
Suka beramal saleh dan
dermawan.
·
Saling memahami kekurangan
masing-masing.
·
Saling mengutamakan
kesederhanaan / bersahaja.
Adapun sikap-sikap yang harus dihindari
oleh suami isteri adalah:
·
Mencela di hadapan orang
lain.
·
Memerintah dengan
semena-mena.
·
Mudah menerima aduan orang
lain.
·
Meninggalkan rumah tanpa
sepengetahuan suami / istri.
·
Mudah / lekas marah dan
cemburu buta.
·
Mengutamakan kepentingan
familinya sendiri.
·
Menyebut nama atau memuji
bekas kekasih.
·
Melakukan perbuatan maksiat
dan bergaul bebas tanpa terkendali.
·
Membanggakan kekayaan
familinya atau orang lain.
·
Mengadukan kondisi rumah
tangga di saat kondisi tidak kondusif.
·
Mepermudah ucapan talaq,
cerai, atau kata-kata kinayah lainnya.
·
Menutup diri / tidak mau
bermusyawarah.
·
Menyerahkan segala urusan
rumah tangga kepada pembantunya.
·
Melakukan pertengkaran di
hadapan anak-anak.
·
Memanjakan anak-anak.
·
Menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anak-anak kepada orang lain yang bukan ahlinya.
·
Membiarkan anak bergaul
bebas tanpa pengawasan.
·
Membuka aib keluarga kepada
orang lain.
·
Berbuat yang menyakitkan
lahir dan batin.
·
Bergaya hidup mewah /
boros.
Persiapan
Untuk Sebuah Perkawinan:
1.
Persiapan perkawinan sebaiknya
memperhatikan 4 aspek :
·
Aspek biologis
·
Aspek mental / psykologis
·
Aspek spiritual
·
Aspek psikososial.
2.
Apa yang harus dipersiapkan saat
akan menikah ?
·
Kesiapan batin/rohani
·
Calon mempelai wanita dan
pria memeriksakan kesahatan.
·
Mengikuti Kursus Calon
Pengantin (SUSCATIN).
Masalah
Yang Biasanya Muncul Dalam Perkawinan:
Antara lain :
·
Cemburu yang berlebihan .
·
Ekonomi yang belum stabil.
·
Perselingkuhan.
·
Krisis moral / akhlaq.
·
Campur tangan pihak ke
tiga.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya perceraian adalah :
·
Perkawinan usia muda dan
belum siap mental.
·
Ekonomi keluarga belum
stabil.
·
Cemburu yang berlebihan.
·
Karena pengaruh politik,
faham/keyakinan berbeda.
·
Karena pengaruh pihak ke
tiga dari lingkungan keluarga maupun dari luar.
·
Pasangan suami/istri yang
kurang kufu (sepadan).
·
Karena kesibukan
masing-masing dan kurang dapat mengatur waktunya untuk keluarga.
·
Perselingkuhan.
Upaya
untuk menyelesaikan perselisihan rumah tangga agar tidak terjadi perceraian :
·
Meningkatkan pengamalan
ajaran Agama Islam.
·
Menghilangkan kehendak atau
niatan bercerai dari hati masing-masing.
·
Memohon petunjuk dari Allah
SWT.
·
Menyelesaikan perselisihan
dengan hati yang tenang, ikhlas, dan jujur.
·
Meminta nasehat kepada
orang tua atau mertua atau keluarga, atau ke BP-4 terdekat.
Pengendalian
Perceraian:
1. Perceraian merupakan pintu darurat. Perceraian adalah sesuatu
yang amat tidak disenangi oleh seorang istri maupun suami, perceraian merupakan
bagaian pintu darurat yang tidak perlu digunakan kecuali dalam keadaan terpaksa
untuk mengatasi krisis. Percerian akan merugikan, bukan saja kepada ke dua
belah pihak, tetapi juga mengorbankan anak-anak dan masyarakat pada umumnya.
Perceraian dapat mengakibatkan tidak terwujudnya Keluarga Sakinah.
Oleh karena itu Undang-Undang
Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974 pasal 39) menentukan, bahwa perceraian itu harus
ada alasan tertentu, serta harus dilaksanakan di depan sidang pengadilan,
setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikannya.
Sabda Rasulullah saw. :
ابغــض الحــلال
الى الله عــــز وجـــل الطــــلاق (رواه ابو داود(
Artinya : “Sesuatu perbuatan halal yang dimurkai
Allah SWT. ‘Azza wa Jalla, adalah thalaq/cerai”. (HR. Abu Dawud).
2. Alasan untuk melakukan perceraian yang dibenarkan oleh
Undang-Undang Perkawinan (UU 1/74 pasal 39), dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 pasal 19 adalah sebagai berikut:
·
Salah satu pihak berbuat
zina atau pemabuk, penjudi, pemadat, dan lain sebagainya yang sukar
disembuhkan.
·
Salah satu pihak
meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang
lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
·
Salah satu pihak
mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung.
·
Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat, yang membahayakan pihak lain.
·
Salah satu pihak mendapat
cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai suami istri.
·
Antara suami dan istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar