Rabu, 13 November 2013

KELUARGA SAKINAH 1



Sambungan dari keluarga sakinah 1

Oleh karena cari 3-4 orang yang golongan darahnya sesuai dengan ibu hamil yang suatu saat bersedia menjadi donor darah.

Apa tanda-tanda ibu hamil dalam keadaan berbahaya ?
Jika ibu hamil mengalami salah satu keadaan, maka ibu dan janin yang dikandung dalam keadaan berbahaya.
Segera periksakan ke bidan, puskesmas atau rumah sakit yang terdekat. Jangan ditunda-tunda.
       Tanda – tanda itu adalah :
o       Badan panas lebih dari 2 hari
o       Sakit kepala terus menerus.
o       Batuk bercampur darah.
o       Gerakan janin tidak terasa.
o       Bengkak yang berat dimulai dari tungkai kaki dan muka.
o       Kejang-kejang.
o       Keluar darah dari organ kewanitaan.
o       Usia kehamilan melebihi batas normal ( 9 bulan 10 hari).

Apa kegiatan ibu selama hamil  ?
       Selama hamil tetap melaksanakan kegiatan sehari-hari asalkan tidak terlalu berat.
       Lakukan senam hamil untuk memperlancar persalinan (minta petunjuk dari bidan).
       Ikuti pertemuan dengan bidan atau kelompok Ibu PKK yang membahas  mengenai segala sesuatu tentang kehamilan, perawatan anak dan keluarga sakinah.
       Hubungan intim dengan suami dapat dilakukan seperti biasa. Akan tetapi harus diingat, hamil muda (0-3 bulan)  dan hamil tua (8—9 bulan) hubungan intim dengan suami harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Allah SWT. berfirman:
Artinya: “ dialah yang menciptakan kamu dari zat yang satu dan dari pada-Nya Dia menciptakan isterinya, agar dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-issteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “ Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang bersyukur”. (QS. Al-A’raf : 189).
Apa makanan sehat bagi ibu hamil ?
       Pada waktu hamil muda.. ibu seringkali mual dan muntah. Upayakan untuk tetap makan. Makanlah sedikit-sedikit tetapi sering.
       Makanan terbaik bagi ibu  hamil adalah mengandung gizi seimbang.
       Pilih selalu bahan makanan yang segar, yang baik dan halal.
       Makan tiga kali sehari dengan porsi / jumlah yang cukup, ditambah makanan selingan 2 kali sehari. Ingat yang memanfaatkan makanan ibu adalah 2 orang (ibu dan janinnya).
       Jangan lupa selalu menutup makanan yang ada di meja. Dan cucilah tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan.
       Gunakan garam beryodium.
Apakah ibu hamil harus pantang makanan?
       Ibu hamil harus makan lebih banyak dan lebih sering. Ikan, telor, kacang-kacangan, daging, sayur dan buah – buahan yang sangat diperlukan.
       Ibu hamil pantang merokok dan minuman keras. Suami tidak dianjurkan merokok di dekat ibu hamil atau bayinya. Asap rokok itu akan mempengaruhi janin yang dikandungnya.
Firman Allah SWT :
Artinya: “ Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi ini, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun yang lebat,  dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenangan dan untuk binatang binatang ternakmu. (QS. Abasa : 24-32).
Menjaga kebersihan badan
       Rasulullah telah banyak mengajarkan mengenai kebersihan. Ajaran itu harus diikuti dan dilaksanakan oleh ummatnya, termasuk ibu hamil dan keluarganya.
Artinya: “ Islam itu bersih, maka peliharalah kebersihan karena sesungguhnya orang tidak masuk  sorga kecuali yang bersih “. )HR. Dailami).
Ada upaya-upaya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan badan a.l. :
1.      Mandi dengan sabun secara teratur, minimal dua kali sehari.
Artinya:” Mandi adalah merupakan keharusan bagi setiap muslim dan tujuh hari juga memersihkan rambut dan tubuhnya. (Al Hadits).
2.      Memotong kuku karena akan menjadi sarang penyakit.
Artinya:” Potonglah kukumu, karena syaitan sering bersarang pada kuku yang panjang” ( Al. Hadits).
3.      Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, akan dan bangun tidur, serta setelah buang air besar.
Artinya:” Cucilah tanganmu sebelum dan sesudah makan, makanan itu akan berkat kalau berwudlu sebelum dan sesudah makan”. (Al.Hadits).
Artinya :” Barang siapa yang tidur, sedang ditangannya masih ada sisa makanan, maka dia telah mencelakakan dirinya sendiri”.( Al.Hadits).
4.      Menggosok gigi minimal 2 kali sehari
Artinya:” Kalaulah bukan Karena cemas akan memberatkan ummatku, akan aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi dengan siwak setiap akan shalat”. (Al. Hadits).
5.      Merawat dan mencuci rambut.
Atha’ bin Yassir sahabat rasulullah meriwayatkan : Pernah seseorang dating menghadap Rasulullah saw. Dengan rambut dan jambang yang kusut masai. Rasulullah saw. Menyuruh orang tersebut mencuci dan menyisir rambutnya. Anjuran itu dilaksanakannya, kemudian Rasulullah saw. Bersabda :
Artinya : “ Bukankah begini lebih baik dari pada kami dating dengan rambut kusut masai seperti syaitan “ (HR. Atha’ bin Yassir).
6.      Buang hajat di WC / kakus tidak disembarang tempat (sungai, kebun, bawah pohon dll).
Rasulullah SAW. Bersabda :
Artinya : “ Peliharalah dirimu dari 3 sebab datangnya malapetaka; berak di sumber air, di tempat peristirahatan / perlindungan, dan di jalanan (Al-Hadits).

KELUARGA SAKINAH 2



Sambungan Dari Keluarga Sakinah 1

Ada upaya-upaya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan badan a.l. :
1.      Mandi dengan sabun secara teratur, minimal dua kali sehari.
Artinya:” Mandi adalah merupakan keharusan bagi setiap muslim dan tujuh hari juga memersihkan rambut dan tubuhnya. (Al Hadits).
2.      Memotong kuku karena akan menjadi sarang penyakit.
Artinya:” Potonglah kukumu, karena syaitan sering bersarang pada kuku yang panjang” ( Al. Hadits).
3.      Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, akan dan bangun tidur, serta setelah buang air besar.
Artinya:” Cucilah tanganmu sebelum dan sesudah makan, makanan itu akan berkat kalau berwudlu sebelum dan sesudah makan”. (Al.Hadits).
Artinya :” Barang siapa yang tidur, sedang ditangannya masih ada sisa makanan, maka dia telah mencelakakan dirinya sendiri”.( Al.Hadits).
4.      Menggosok gigi minimal 2 kali sehari
Artinya:” Kalaulah bukan Karena cemas akan memberatkan ummatku, akan aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi dengan siwak setiap akan shalat”. (Al. Hadits).
5.      Merawat dan mencuci rambut.
Atha’ bin Yassir sahabat rasulullah meriwayatkan : Pernah seseorang dating menghadap Rasulullah saw. Dengan rambut dan jambang yang kusut masai. Rasulullah saw. Menyuruh orang tersebut mencuci dan menyisir rambutnya. Anjuran itu dilaksanakannya, kemudian Rasulullah saw. Bersabda :
Artinya : “ Bukankah begini lebih baik dari pada kami dating dengan rambut kusut masai seperti syaitan “ (HR. Atha’ bin Yassir).
6.      Buang hajat di WC / kakus tidak disembarang tempat (sungai, kebun, bawah pohon dll).
Rasulullah SAW. Bersabda :
Artinya : “ Peliharalah dirimu dari 3 sebab datangnya malapetaka; berak di sumber air, di tempat peristirahatan / perlindungan, dan di jalanan (Al-Hadits). Perawatan Payudara
       Seorang ibu setelah bayi lahir diharapkan menyusui anaknya sesegera mungkin. Agar payudara ibu siap memberikan air susu ibu, maka seorang ibu hamil harus :
o       Membersihkan putting susu setiap hari dengan air hangat atau minyak kelapa sejak usia hamil mencapai 7 bulan.
Pakaian ibu hamil
       Gunakan pakaian yang longgar,
       Mengenakan pakaian yang nyaman;
       Pilih BH/ kutang yang sesuai dengan ukuran payudara yang membesar saat hamil;
       Kenakan alas kaki (sandal/ sepatu) yang nyaman.
Persiapan persalinan
       Persiapan keperluan bersalin
o       2 kain panjang
o       baju ganti/daster dengan kancing di depan
o       Pakaian dalam dan pembalut wanita
       Untuk Bayi
o       Handuk 2 buah
o       Popok dan Baju bayi sedikitnya 6 pasang
o       Selimut
o       Kaos kaki / kaos tangan dan topi/penutup kepala bayi
       Untuk Bapak
o       Siapkan biaya untuk bersalin/melahirkan
o       Hubungi orang-orang yang bila diperlukan mau menjadi donor darah.
o       Kenali tanda tanda persalinan yang perlu ditolong segera oleh bidan atau Rumah Sakit.
o       Perhatikan kapan diperkirakan anak lahir, luangkan waktu menunggu saat melahirkan.
Apa tanda-tanda akan bersalin / melahirkan ?
o       Perut merasa mulas, kencang-kencang semakin sering dan semakin kuat.
o       Keluar darah campur lendir dari jalan lahir.
o       Keluar cairan ketuban dari jalan lahir.
o       Rasa nyeri  sampai pinggang.
Bila ada tanda-tanda ini, segera minta pertolongan bidan atau dokter.
Jika karena sesuatu hal ingin melahirkan di rumah.
       Buat perjanjian dengan bidan atau dokter terdekat.
       Siapkan tempat tidur beralaskan kain bersih dan kering yang dilapisi dengan plastik/perlak bersih.
       Gunakan kamar/ ruangan yang terang dan hangat.
       Siapkan 3 handuk yang bersih dan hangat untuk membersihkan dan membungkus  bayinya.
       Siapkan air bersih dan sabun.
       Sebelum melahirkan ibu disarankan kencing dan berak terlebih dahulu.
       Suami harus siap untuk mendampingi.

Apa tanda – tanda bahaya persalinan?
       Bayi belum lahir 12 jam sejak perut terasa mulas.
       Keluar darah banyak dari jalan lahir.
       Air ketuban berbau busuk, berwarna hijau atau keruh.
       Ibu pusing, mata kabur, kejang, bengkak.
       Ibu lemah tidak kuat mengejan.
       Tali pusat, tangan, kaki bayi keluar lebih dahulu.
       Keluar darah banyak (pendarahan) setelah bayi lahir.
Apa yang perlu dilakukan setelah anak lahir ?
       Mengadzani dan iqomah.
       Memberi nama yang baik.
       Mencatatkan kelahiran di Kantor Catatan Sipil.
       Aqiqoh dan Memotong rambutnya.

Selasa, 12 November 2013

MENGAPA TAKUT MENIKAH ? ( 1)




________________________________________
 
Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka tidak saja berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga.
Mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?
Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.
Banyak alasan dari kawan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat, ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.
Menikah itu Fitrah
Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan” (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, ” dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah” (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, “dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu.” (Al-Isra: 77)
Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.
Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.
Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.
Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.
Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.
Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”
Menikah Itu Ibadah
Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)
Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi) . Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.
Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.
Pernikahan dan Penghasilan
Seringkali kita mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?
Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.
Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.

MENGAPA TAKUT MENIKAH ? (2)




Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.
Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.
Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).
Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)
Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.
Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.
Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.
Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.
Pernikahan dan Menuntut Ilmu
Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.
Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.
Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.
Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.
Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.
Kesimpulan
Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.
Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.
Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber : milist ukhuwah_sehati@yahoogroups.com
http://www.dtjakarta.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=148&Itemid=33
Dipublikasikan pada: 4/4/2007 | 17 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits: