Kasus perceraian belakangan ini memang sangat banyak,
sehingga hamper di setiap Pengadilan Agama di Indonesia silih berganti, bahkan
mereka rela antri untuk menbaftar, dan menunggu giliran siding perceraian.
Lantas, dimanakah peran dan fungsi BP4 sebagai lembaga konseling perkawinan di
Indonesia selama ini? Kenapa BP4 seolah tidak berfungsi maksimal?. Menengok
permasalahan ini, jawabannya mari kita
isbatkan ke ilmu ekonomi. Misalnya ada orang menjual barang di pasar dan barang
dagangannya tidak laku – laku. Kenapa? Secara ekonomi jawabannya ada dua.
Yang Pertama, Karena faktor produsennya, sang produsen yang
memiliki barang jualan tersebut tidak bisa meramu jualannya agar bisa menarik
minat masyarakat untuk membelinya, atau tidak benar – benar menguasai tentang
barang yang di jualnya, baik tentang kualitas atau keunngulannya. Yang penting
mereka berjualan, itu saja.
Yang Kedua, Karena faktor konsumennya, konsumen measa tidak
membutuhkan barangnya, karena ia memang tidak tertarik untuk memilikinya. Dan
merasa masih ada barang lain yang bisa menggantikan barang tersebut.
Begitu juga dengan keberadaan BP4 di Indonesia, kenapa
tingkat perceraian masih begitu tinggi ? padahal sudah ada lembaga yang namanya
BP4 yang tujuan pendiriannya untuk mengurangi kasus perceraian? Mengacu pada
teori ekonomi di atas maka jawabnya juga sama.
Yang Pertama, Karena faktor civitas para pengurusnya, mereka tidak
bisa menfungsikan BP4 sebagai badan konseling. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal tersebut bisa jadi Karena didalamnya tidak
diisi oleh orang – orang yang menguasai ilmu konselor, dan ilmu ilmu lain yang
sangat menunjang seperti Ilmu Syari’ah ( Hukum Munakahat ), Ilmu Psikologi,
Ilmu Ekonomi, atau ilmu ilmu lain yang
dibutuhkan. Karena faktor “dagangannya”
( objek dan tujuan juga sasaran dari tujuannya ) kurang menarik minat
masyarakat. Sehingga solusi yang perlu dibuat untuk menyelesaikan masalah ini
adalah, dengan mengadakan TOT ( Training Of Trainer ). Yang didalamnya nanti
harus melibatkan para ahli yang betul – betul memiliki disiplin ilmu yang
dibutuhkan dalam problem solving masalah rumah tangga. Misalnya dengan
melibatkan 1. Dokter, yang betul – betul menguasai tentang
ilmu kesehatan. Misalnya tentang kemandulan, penyakit menular, makanan yang
sehat dan lain – lain. 2. Ekonom
, yaitu orang yang bisa mengajarkan tentang tata cara mengatur
keuangan, ( cara mencari dan membelanjakan uang ) dll, 3. Psikolog,
yang diharapkan bisa ngasih pengertian tentang psikologi manusia, cara membuat
pasangan menyukai akan sifat kita, cara menghindari sifat yang tidak disukai
pasangan, cara bergaul dan menghrmati tetangga, cara mendidik anak, dan lain –
lain dan disiplin ilmu yang lainnya yang memang dibutuhkan oleh pasangan rumah
tangga, terutama pengantin baru. 4. Agamawan (Ulama), yang bisa
menjelaskan kepada masyarakat tentang arti pentingnya hidup rukun dan ruginya
pertengkaran, dengan ditinjau dari aspek agama dan mengacu pada Al - Qur’an dan
al - Hadits.
Yang kedua, karena faktor konsumennya, dalam hal ini karena faktor
masyarakat yang mungkin karena disebabkan oleh faktor pendidikan yang rendah
dan lain – lain. Karena pada kenyataannya dalam masyarkat pedesaan, perceraian
kadang bahkan sering terjadi hanya karena masalah kecil, dan jika mereka
ditanya, jawabnya mereka lari ke pojok yaitu “ mungkin karena Takdir” atau “
Mungkin memang sudah bukab Jodoh” mereka harus bercerai lewat pengadilan. Dalam
hal ini, peran seorang ulama atau agamawanlah yang di butuhkan untuk memberi
penjelasan kepada masyarakat tentang “jodoh dan takdir” juga
menjelaskan kepada masyarakat tentang keuntungan orang yang selalu rukun dan
kerugian bagi orang yang selalu bertengkar atu bermusuhan ditinjau dari
prespektif agama ( Al – Qur’an dan Al – Hadits }. Wassalam….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar