Jumat, 01 November 2013

MEMAKSIMALKAN PERAN DAN FUNGSI BP 4


Kasus perceraian belakangan ini memang sangat banyak, sehingga hamper di setiap Pengadilan Agama di Indonesia silih berganti, bahkan mereka rela antri untuk menbaftar, dan menunggu giliran siding perceraian. Lantas, dimanakah peran dan fungsi BP4 sebagai lembaga konseling perkawinan di Indonesia selama ini? Kenapa BP4 seolah tidak berfungsi maksimal?. Menengok permasalahan  ini, jawabannya mari kita isbatkan ke ilmu ekonomi. Misalnya ada orang menjual barang di pasar dan barang dagangannya tidak laku – laku. Kenapa? Secara ekonomi jawabannya ada dua.
Yang Pertama, Karena faktor produsennya, sang produsen yang memiliki barang jualan tersebut tidak bisa meramu jualannya agar bisa menarik minat masyarakat untuk membelinya, atau tidak benar – benar menguasai tentang barang yang di jualnya, baik tentang kualitas atau keunngulannya. Yang penting mereka berjualan, itu saja.
Yang Kedua, Karena faktor konsumennya, konsumen measa tidak membutuhkan barangnya, karena ia memang tidak tertarik untuk memilikinya. Dan merasa masih ada barang lain yang bisa menggantikan barang tersebut.
Begitu juga dengan keberadaan BP4 di Indonesia, kenapa tingkat perceraian masih begitu tinggi ? padahal sudah ada lembaga yang namanya BP4 yang tujuan pendiriannya untuk mengurangi kasus perceraian? Mengacu pada teori ekonomi di atas maka jawabnya juga sama.
Yang Pertama, Karena faktor civitas para pengurusnya, mereka tidak bisa menfungsikan BP4 sebagai badan konseling. Mengapa hal ini bisa terjadi?  Hal tersebut bisa jadi Karena didalamnya tidak diisi oleh orang – orang yang menguasai ilmu konselor, dan ilmu ilmu lain yang sangat menunjang seperti Ilmu Syari’ah ( Hukum Munakahat ), Ilmu Psikologi, Ilmu Ekonomi, atau ilmu  ilmu lain yang dibutuhkan.  Karena faktor “dagangannya” ( objek dan tujuan juga sasaran dari tujuannya ) kurang menarik minat masyarakat. Sehingga solusi yang perlu dibuat untuk menyelesaikan masalah ini adalah, dengan mengadakan TOT ( Training Of Trainer ). Yang didalamnya nanti harus melibatkan para ahli yang betul – betul memiliki disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam problem solving masalah rumah tangga. Misalnya dengan melibatkan 1. Dokter, yang betul – betul menguasai tentang ilmu kesehatan. Misalnya tentang kemandulan, penyakit menular, makanan yang sehat dan lain – lain.  2. Ekonom , yaitu orang yang bisa mengajarkan tentang tata cara mengatur keuangan, ( cara mencari dan membelanjakan uang ) dll, 3. Psikolog, yang diharapkan bisa ngasih pengertian tentang psikologi manusia, cara membuat pasangan menyukai akan sifat kita, cara menghindari sifat yang tidak disukai pasangan, cara bergaul dan menghrmati tetangga, cara mendidik anak, dan lain – lain dan disiplin ilmu yang lainnya yang memang dibutuhkan oleh pasangan rumah tangga, terutama pengantin baru. 4. Agamawan (Ulama), yang bisa menjelaskan kepada masyarakat tentang arti pentingnya hidup rukun dan ruginya pertengkaran, dengan ditinjau dari aspek agama dan mengacu pada Al - Qur’an dan al - Hadits.
Yang kedua, karena faktor konsumennya, dalam hal ini karena faktor masyarakat yang mungkin karena disebabkan oleh faktor pendidikan yang rendah dan lain – lain. Karena pada kenyataannya dalam masyarkat pedesaan, perceraian kadang bahkan sering terjadi hanya karena masalah kecil, dan jika mereka ditanya, jawabnya mereka lari ke pojok yaitu “ mungkin karena Takdir” atau “ Mungkin memang sudah bukab Jodoh” mereka harus bercerai lewat pengadilan. Dalam hal ini, peran seorang ulama atau agamawanlah yang di butuhkan untuk memberi penjelasan kepada masyarakat tentang jodoh dan takdir” juga menjelaskan kepada masyarakat tentang keuntungan orang yang selalu rukun dan kerugian bagi orang yang selalu bertengkar atu bermusuhan ditinjau dari prespektif agama ( Al – Qur’an dan Al – Hadits }. Wassalam….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar