Sabtu, 02 November 2013

KHITBAH / LAMARAN / BERTUNANGAN

Khitbah atau lamaran atau bertunangan dalam agama memang diatur dan dibolehkan, hal ini sebagai tindakan  prefentif untuk menjaga pergaulan anak – anak muda sebelum terikat oleh ikatan suci pernikahan. Setidaknya dengan prosesi lamaran paling tidak pergaulan antara muda dan mudi yang bersangkutan sudah diketahui dan mendapat rsetu dari kedua orang tua mereka juga para tetangga sehingga meminimalisir prasangka jelek ( su’u dhonni) dari pera tetangganya. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan oleh kedua belah pihak, diantanya adalah:
1.      Pertimbangkan factor, agama, keturunan, kecantikan / ketampanan, dan factor kekayaannya, setidaknya apabila dari keempat factor tersebut dinailai baik dan cukup, akan mendatangkan manfaat yang besar kepada pasangan jika nanti telah menikah.
2.      Faktor renacana kedepannya, misalnya tentang usia, tentang factor pendidikan, dan factor social, jangan sampai pendidikan yang bersangkutan menjadi terbengkalai karena  durasi waktunya untuk menikah terlalu cepat ( Terjadi Pernikahan Dini ).

Setidaknya bagi segenap orang tua mempunyai kewajiban kepada putera dan puterinya untuk manikahkan ( mancarikan jodoh untuk putera puterinya ) jika memang putera puterinya sudah sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“ Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu. ” Muttafaq Alaihi.
Melalui proses khitbah atau bertunangan ini, diharapkan antara kedua belah pihak ( Yang laki- laki – dan perempuan ) juga keluarga besarnya bisa salinga mengetahui dan menyelami tentang semua asprk kehidupannya. Dengan demikian suatu saat nanti jika keduanya telah sampai pada jenjang pernikahan (  menempuh hidup baru ) akan mudah beradaptasi, sehhingga antara keduanya akan bisa:
1.      Saling menasehati dalam segala hal yang bertujuan untuk maslahah mursalah.
Misalnya cara mengelola keuangan Rumah Tangga, Cara melaksanakan ibadah yang benar, dan lain – lain ).
2.      Saling melengkapi apabila salah satu diantaranya memiliki kekurangan ( Karena setiap manusia yang diciptakan oleh Allah SWT pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing yang berbeda. Satu pasangan bisa menutupi kelemahan pasangannya dengan kelebihan yang dimilikinya.
3.      Saling menutupi kelemahan pasangannya dan menjaga kerahasiaannya.
4.      Saling mengetahui tentang hal – hal yang diusukai dan yang tidak disukai oleh pasangannya.
5.      Saling mempercayai antar pasangan ( karena diantara keduanya sudah saling memahami tentang psikologi dan sifat masing – masing ).

Pertunangan (Khitbah) adalah syariat Islam.

Tiada dosa bagi kita apabila kita berhasrat untuk menikahi wanita, biar pun itu angan-angan atau mimpi siang hari. Ini kerana, fitrah seorang manusia yang sering memerlukan pasangan sebagai teman hidup ini tidak dapat dinafikan lagi setelah Allah mencipta setiap benda hidup itu berpasang-pasangan. Firman Allah subhanahu wa taala:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengahwini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahawa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kahwin dengan mereka secara rahsia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf” [surah al-Baqarah: 235]

Dalam mentafsirkan ayat, saya suka memetik hadis yang berikut dari Malik dari Abdurrahman bin Qasim dari bapanya bahawa dia berkata mengenai firman Allah Ta'ala di atas:

أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلْمَرْأَةِ وَهِيَ فِي عِدَّتِهَا مِنْ وَفَاةِ زَوْجِهَا إِنَّكِ عَلَيَّ لَكَرِيمَةٌ وَإِنِّي فِيكِ لَرَاغِبٌ وَإِنَّ اللَّهَ لَسَائِقٌ إِلَيْكِ خَيْرًا وَرِزْقًا وَنَحْوَ هَذَا مِنْ الْقَوْلِ
Iaitu seorang laki-laki yang berkata kepada seorang wanita yang masih berada pada masa iddah dari kematian suaminya, 'Kamu begitu mulia bagiku, saya ada rasa cinta terhadapmu, semoga Allah menuntunmu kepada kebaikan dan jalan rezeki', atau ucapan lain yang semisalnya. (Hadis Riwayat Malik)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongnya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. [Hadith Riwayat Abu Daud dan Ahmad].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar