Khitbah
atau lamaran atau bertunangan dalam agama memang diatur dan dibolehkan, hal ini
sebagai tindakan prefentif untuk menjaga
pergaulan anak – anak muda sebelum terikat oleh ikatan suci pernikahan.
Setidaknya dengan prosesi lamaran paling tidak pergaulan antara muda dan mudi
yang bersangkutan sudah diketahui dan mendapat rsetu dari kedua orang tua
mereka juga para tetangga sehingga meminimalisir prasangka jelek ( su’u dhonni)
dari pera tetangganya. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dipikirkan dan
dipertimbangkan oleh kedua belah pihak, diantanya adalah:
1.
Pertimbangkan
factor, agama, keturunan, kecantikan / ketampanan, dan factor kekayaannya,
setidaknya apabila dari keempat factor tersebut dinailai baik dan cukup, akan
mendatangkan manfaat yang besar kepada pasangan jika nanti telah menikah.
2.
Faktor
renacana kedepannya, misalnya tentang usia, tentang factor pendidikan, dan
factor social, jangan sampai pendidikan yang bersangkutan menjadi terbengkalai
karena durasi waktunya untuk menikah
terlalu cepat ( Terjadi Pernikahan Dini ).
Setidaknya bagi segenap orang tua
mempunyai kewajiban kepada putera dan puterinya untuk manikahkan ( mancarikan
jodoh untuk putera puterinya ) jika memang putera puterinya sudah sebagaimana
Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ
اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“ Abdullah
Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu
telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan
pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa,
sebab ia dapat mengendalikanmu. ” Muttafaq Alaihi.
Melalui
proses khitbah atau bertunangan ini, diharapkan antara kedua belah pihak ( Yang
laki- laki – dan perempuan ) juga keluarga besarnya bisa salinga mengetahui dan
menyelami tentang semua asprk kehidupannya. Dengan demikian suatu saat nanti
jika keduanya telah sampai pada jenjang pernikahan ( menempuh hidup baru ) akan mudah beradaptasi,
sehhingga antara keduanya akan bisa:
1.
Saling
menasehati dalam segala hal yang bertujuan untuk maslahah mursalah.
Misalnya cara mengelola keuangan Rumah Tangga, Cara melaksanakan
ibadah yang benar, dan lain – lain ).
2.
Saling
melengkapi apabila salah satu diantaranya memiliki kekurangan ( Karena setiap
manusia yang diciptakan oleh Allah SWT pasti memiliki kelebihan dan kekurangan
masing – masing yang berbeda. Satu pasangan bisa menutupi kelemahan pasangannya
dengan kelebihan yang dimilikinya.
3.
Saling
menutupi kelemahan pasangannya dan menjaga kerahasiaannya.
4.
Saling
mengetahui tentang hal – hal yang diusukai dan yang tidak disukai oleh
pasangannya.
5.
Saling
mempercayai antar pasangan ( karena diantara keduanya sudah saling memahami
tentang psikologi dan sifat masing – masing ).
Pertunangan (Khitbah) adalah syariat Islam.
Tiada dosa bagi kita apabila kita berhasrat untuk menikahi wanita,
biar pun itu angan-angan atau mimpi siang hari. Ini kerana, fitrah seorang
manusia yang sering memerlukan pasangan sebagai teman hidup ini tidak dapat
dinafikan lagi setelah Allah mencipta setiap benda hidup itu
berpasang-pasangan. Firman Allah subhanahu wa taala:
وَلَا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ
فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengahwini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahawa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kahwin dengan mereka secara rahsia, kecuali
sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf” [surah al-Baqarah:
235]
Dalam mentafsirkan ayat, saya suka memetik hadis yang berikut dari
Malik dari Abdurrahman bin Qasim dari bapanya bahawa dia berkata mengenai
firman Allah Ta'ala di atas:
أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلْمَرْأَةِ وَهِيَ فِي عِدَّتِهَا مِنْ
وَفَاةِ زَوْجِهَا إِنَّكِ عَلَيَّ لَكَرِيمَةٌ وَإِنِّي فِيكِ لَرَاغِبٌ وَإِنَّ
اللَّهَ لَسَائِقٌ إِلَيْكِ خَيْرًا وَرِزْقًا وَنَحْوَ هَذَا مِنْ الْقَوْلِ
Iaitu seorang laki-laki yang berkata kepada seorang wanita yang
masih berada pada masa iddah dari kematian suaminya, 'Kamu begitu mulia bagiku,
saya ada rasa cinta terhadapmu, semoga Allah menuntunmu kepada kebaikan dan
jalan rezeki', atau ucapan lain yang semisalnya. (Hadis Riwayat Malik)
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang
seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongnya untuk
menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku
meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya
apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. [Hadith
Riwayat Abu Daud dan Ahmad].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar