Keluaraga yang sakinah /
bahagia / harmonis adalah perpaduan dari berbagai karakter yang membentuk
kekuatan eksistensi sebuah wujud baru. Perpaduan inilah yang membuat warna
apapun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Begitu pula sebuah
keluarga / rumah tangga merupakan perpaduan dari karakter-karakter penghuni yang
ada di dalamnya. Ada karakter seorang suami, isteri, anak, orang tua / mertua,
bahkan saudara-saudara yang lain. Dan tidak ada satupun manusia di dunia ini
yang bisa menjamin, bahwa semua karakter iti serba sempurna. Pasti ada
kelebihan dan kekurangan.
Ada emapt hal yang mesti
diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga. Keempatnya adalah :
1.
Jangan melihat ke belakang
Jangan
pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau
nerima aja, ya ? Kenapa nggak saya tolak ?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran
ini.
Langkah itu
sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret
keharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika
rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung
pada perceraian.
Karena itu,
hadapilah kenyataan yang saat ini hadapi. Ini masalah kita. Jangan lari dari
masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok
lain dari luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian
meracuni pikiran kita.
2.
Berpikir objektif
Kadang,
konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi
karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga
yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.
Jadi,
cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan
masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu
akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.
Misalnya,
masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga
menyeret masalah lain. Misalnya, suami tidak becus mencari duit atau suami
dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami
akan berteriak bahwa si istri bawel, matrealistis, dan kurang pengertian.
Padahal
kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama
semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, istri pun mencari
penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.
3.
Lihat kelibihan pasangan, jangan sebaliknya
Untuk
menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan
sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah
benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.
Mungkin
secara materi dan fisik, pasangan kita memiliki banyak kekurangan. Rasanya
sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, disinilah uniknya berumah tangga.
Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami istri yang tidak saling cinta bisa
punya anak lebih dari satu.
Berarti,
ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling
tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan
kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya disisi Allah. Nah, dari situlah
kita memandang. Pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki.
Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.
4.
Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah satu
pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga alah karena adanya
ketaatan pada syari’at Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi,
berumah tangga itu melelahkan. Justru disitulah nilai pahala yang Allah
janjikan.
Ketika masalah
nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembaliikanlah itu kepada sang pemilik
masalah, Allah SWT. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Tataplah
hikmah dibalik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita
hadapi.
Lakukanlah
pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan do’a. Bisa jadi, dengan taqarrub pada
Allah, masalah yang berat terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan
terlihat di depan mata. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar