Minggu, 13 Oktober 2013

ARTI DAN TUJUAN PERNIKAHAN



وََمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ




Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Qٍ s. Arrum: 21






Pernikahan adalah: Ikatan Lahir Batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang sah menurut agama dan pemerintah dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang Sakinah, Mawaddah, Wa Arrahmah yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.


            Pernikahan yang sah itu adalah apabila dilakukan sesuai dengan hukum Islam serta harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku agar lebih terjamin ketertibannya bagi masyarakat, karena pernikahan itu sendiri adalah akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalidan untuk mentaati perintah Allah dan bagi yang melaksanakannya adalah suatu ibadah.



         Setiap manusia yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai macam cara dan usahapun ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut. Setiap pribadi, khususnya bagi mereka yang telah berumah tangga, pasti sangat menginginkan atau merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah

            Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warohmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang dirihdoi Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.

Disinilah peran seorang suami dan istri harus dibuktikan, supaya dapat tercipta keluarga yang Sakinah Mawaddah Wa Rahmah yang mereka idam-idamkan. Namun disini peran seorang suami lebih diutamakan, seperti yang tercantum dalam firman Allah SWT. Dalam surat An Nisa ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar"
 
          Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontohpun  telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menasehati seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya: “Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Yaitu: “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya jika para suami berhenti dalam menasehati para isterinya maka mereka tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat-nasehat yang bisa membimbingnya ke jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT. dari suaminya.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan hal inipun dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, yang tidak akan menyinggung harga dirinya sebagai seorang suami, karena nasehat itu sangat dibutuhkan bagi siapa saja.

Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridho Allah Subhanahu Wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana firman Allah SWT.:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
 
Artinya: "Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana", (Al Fath: 4)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar