Adanya saksi dalam suatu rangkaian upacara pernikahan adalah
merupakan suatu keharusan karena adanya saksi merupakan rukun nikah yang harus
dipenuhi. Dalam suatu proses pernikahan
haru disaksikan oleh minimal dua orang laki – laki, yang muslim, akil, baligh,
dan setidaknya mengerti tentang prosesi akad mikah yang sah dan yang tidak sah.
Adanya saksi, serta kemampuannya atau pengetahuannya tentang fiqh munakahat
sangatlah penting, karena bagaimanpun dan siapapun yang mengakad, pastilah pada
ujung – ujungnya juga akan bertanya kepada saksi, apakah akad nikah yang baru
saja dilaksanakan sudah sah atau belum. Jadi sakasi bisa saja mengesahkan atau
mebatalkan pernikahan yang baru dilaksanakan ). Yang menjadi permasalahan
disini adalah bagaimana kita bertanya tentang sah dan didaknya akad nikah
sementara saksi yang dimaksud tidak mengetahui perbedaan akad nikah yang sah
dan yang tidak sah. Utnuk itu sebaiknya dalam suatu pelaksanaan akad nikah
sebaiknya memilih saksi yang setidaknya mengerti tentang fiqh munakahat.
Lebih jauh lagi peran saksi dalam pernikahan memang sangat
pentng, karena kalau kita pelajari lagi, saksi yang ideal adalah saksi yang
setidaknya mengetauhi tentang hukum
munakahat, disamping itu paling tidak saksi juga setidaknya mengetahui tentang kondisi ( latar belakang ) pasangan
yang akan melangsungkan akad nikah tersebut, yang meliputi:
1.
Latar belakang calon pengantin yang bersangkutan,
karena bagaimanapun juga saksi harus mengetahui nya. Apakah calon pengantin
yang bersangkutan, betul betul masih berstatus perawan / jejaka, janda / duda.
Karena bagimanapun hal tersebut juga mempengaruhi terhadap hasil pelaksanaan
akad. Karena jangan sampai orang yang akan melangsungkan akad nikah masih
terikat pernikahan dengan orang lain.
2.
Mengetahu tentang wali dari calon pengantin puteri
yang akan menikah, apakah dia betul
betul masih mempunyai hubungan nasab atau tidak, jangan sampai yang
bertindak sebagai wali adalah ayah angkatnya atau orang yang tidak memeliki
garis keturunan dari yang bersangkutan.
3.
Mengetahui dengan persis bentuk maskawin yang akan
diserahkan oleh calon suami kepada calon isteri, baik bentuknya atau jumlahnya
serta proses pemberiannya, apakah secara kontan atau terhutang.
4.
Seandainya calon pengantin puteri yang dihadapi adalah
seorang janda, setidaknya saksi juga harus mengetahui, apakah yang bersangkutan
sudah melewati masa iddah atau belum ( tiga bulan sepuluh hari ). Hal ini bisa
diketahui dari akta cerai yang dimiliki seandainya ia seorang janda cerai. Atau
surat Keterangan kematian dari Kantor Desa serempat seandainya ia seorang janda
mati.
Dalam tata hukum positif di Negara Indonesia, menempatkan
sakasi sebagai orang yang penting, oleh karenanya saksi harus membubuhkan tanda
tangan di dalam blangko register yang ada. Dan penentuan siapa yang akan
menjadi saksi dalam pernikahan tersebut sudah ditentukan beberapa hari sebelum
akad nikah dilangsungkan, yang datanya harus dilengkapi waktu pasangan calon
pengantin melaksanakan rafa’ atau pemeriksaan data di KUA setempat. Adapun data
yang dibutuhkan oleh KUA dari seorang saksi meliputi: Nama, Tempat Tanggal
Lahir atau umur, Pekerjaan dan alamat yang bersangkutan.
Mengingat pentignya keberadaan saksi dalam prosesi akad nikah menurut Agama Islam
( baik pernikahan yang tercatat atau tidak / secara sirri ), sehingga dalam
pengurusan isbath nikah ( untuk yang sirri ) jika ingin memperoleh Surat Nikah
melalui Isbath nikah di Pengadilan Agama, dalam permohonannya ke Pengadilan
Agama pasangan suami isteri yang bersangkutan harus menyertakan biodata
saksi yang betul betul menyaksikan telah
dilaksanakannya akad nikah yang bersangkutan tetapi tidak / belum tercatat di
Kantor Urusan Agma (KUA) setempat. Wallahu A’lamu bi Showaf. Terima Kasih….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar