Kamis, 31 Oktober 2013

SAKSI DALAM PERNIKAHAN




Adanya saksi dalam suatu rangkaian upacara pernikahan adalah merupakan suatu keharusan karena adanya saksi merupakan rukun nikah yang harus dipenuhi.   Dalam suatu proses pernikahan haru disaksikan oleh minimal dua orang laki – laki, yang muslim, akil, baligh, dan setidaknya mengerti tentang prosesi akad mikah yang sah dan yang tidak sah. Adanya saksi, serta kemampuannya atau pengetahuannya tentang fiqh munakahat sangatlah penting, karena bagaimanpun dan siapapun yang mengakad, pastilah pada ujung – ujungnya juga akan bertanya kepada saksi, apakah akad nikah yang baru saja dilaksanakan sudah sah atau belum. Jadi sakasi bisa saja mengesahkan atau mebatalkan pernikahan yang baru dilaksanakan ). Yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana kita bertanya tentang sah dan didaknya akad nikah sementara saksi yang dimaksud tidak mengetahui perbedaan akad nikah yang sah dan yang tidak sah. Utnuk itu sebaiknya dalam suatu pelaksanaan akad nikah sebaiknya memilih saksi yang setidaknya mengerti tentang fiqh munakahat.
Lebih jauh lagi peran saksi dalam pernikahan memang sangat pentng, karena kalau kita pelajari lagi, saksi yang ideal adalah saksi yang setidaknya  mengetauhi tentang hukum munakahat, disamping itu paling tidak saksi juga setidaknya  mengetahui tentang kondisi ( latar belakang ) pasangan yang akan melangsungkan akad nikah tersebut, yang meliputi:
1.      Latar belakang calon pengantin yang bersangkutan, karena bagaimanapun juga saksi harus mengetahui nya. Apakah calon pengantin yang bersangkutan, betul betul masih berstatus perawan / jejaka, janda / duda. Karena bagimanapun hal tersebut juga mempengaruhi terhadap hasil pelaksanaan akad. Karena jangan sampai orang yang akan melangsungkan akad nikah masih terikat pernikahan dengan orang lain.
2.      Mengetahu tentang wali dari calon pengantin puteri yang akan menikah, apakah dia betul  betul masih mempunyai hubungan nasab atau tidak, jangan sampai yang bertindak sebagai wali adalah ayah angkatnya atau orang yang tidak memeliki garis keturunan dari yang bersangkutan.
3.      Mengetahui dengan persis bentuk maskawin yang akan diserahkan oleh calon suami kepada calon isteri, baik bentuknya atau jumlahnya serta proses pemberiannya, apakah secara kontan atau terhutang.
4.      Seandainya calon pengantin puteri yang dihadapi adalah seorang janda, setidaknya saksi juga harus mengetahui, apakah yang bersangkutan sudah melewati masa iddah atau belum ( tiga bulan sepuluh hari ). Hal ini bisa diketahui dari akta cerai yang dimiliki seandainya ia seorang janda cerai. Atau surat Keterangan kematian dari Kantor Desa serempat seandainya ia seorang janda mati.
Dalam tata hukum positif di Negara Indonesia, menempatkan sakasi sebagai orang yang penting, oleh karenanya saksi harus membubuhkan tanda tangan di dalam blangko register yang ada. Dan penentuan siapa yang akan menjadi saksi dalam pernikahan tersebut sudah ditentukan beberapa hari sebelum akad nikah dilangsungkan, yang datanya harus dilengkapi waktu pasangan calon pengantin melaksanakan rafa’ atau pemeriksaan data di KUA setempat. Adapun data yang dibutuhkan oleh KUA dari seorang saksi meliputi: Nama, Tempat Tanggal Lahir atau umur, Pekerjaan dan alamat yang bersangkutan.
Mengingat pentignya keberadaan saksi  dalam prosesi akad nikah menurut Agama Islam ( baik pernikahan yang tercatat atau tidak / secara sirri ), sehingga dalam pengurusan isbath nikah ( untuk yang sirri ) jika ingin memperoleh Surat Nikah melalui Isbath nikah di Pengadilan Agama, dalam permohonannya ke Pengadilan Agama pasangan suami isteri yang bersangkutan harus menyertakan biodata saksi  yang betul betul menyaksikan telah dilaksanakannya akad nikah yang bersangkutan tetapi tidak / belum tercatat di Kantor Urusan Agma (KUA) setempat. Wallahu A’lamu bi Showaf. Terima Kasih….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar