Kamis, 17 Oktober 2013

PENGENDALIAN PERCERAIAN




1.  Perceraian merupakan pintu darurat.perceraian adalah sesuatu yang amat tidak disenangi oleh seorang istri maupun suami, perceraian merupakan  bagian pintu darurat yang tidak perlu digunakan kecuali dalam keadaan terpaksa untuk mengatasi krisis. Perceeraian akan merugikan, bukan saja kepada kedua belah pihak, tetapi juga mengorbankan anak – anak dan masyarakat pada umumnya. Perceraian dapat mengakibatkan tidak terwujudnya keluarga sakinah. Oleh karna itu undang – undang perkawinan (uu 1/`74 pasal 39) menentukan bahwa percaraian itu harus ada alasan tertentu, serta harus dilaksanakan di depan sidang Pengadilan Agama,  setelah Pengadilan Agama itu tidak bisa meng islahnya (mendamaikannya).
Sabda Rasulullah SAW:
ابغض الحلال الى الله عز وجل الطلاق (رواه ابوداود)
Artinya: “ Sesuatu perbuatan halan yang dibenci oleh allah SWT Azzawajalla, adalah talaq atau cerai” (H. R. Abu Dawud)

2.  Alasan untuk melakukan perceraian yang dibenarkan oleh Undang – undang Perkawinan (UU I/74 pasal 39), dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 19 adalah sebagai berikut:
a.     Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, penjudi, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b.     Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut - turut  tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c.      Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d.     Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang berat yang membahayakan pihak lain.
e.     Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami isteri.
f.       Antara suami dan isteri terus  menerus terjadi perselisihan atau pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam ikatan rumah tangga.
3.  Faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya perceraian adalah:
a.     Perkawinan Dini (perkawinan dalam usia masih muda dan belum siap secara mental).
b.     Kondisi ekonomi keluarga yang masih labil (tidak stabil)
c.      Perasaan cemburu yang terlalu berlebihan.
d.     Karena faktor pengaruh politik dan paham serta keyakinan antara suami isteri yang berbeda.
e.     Karena pengaruh dari pihak ke tiga yang melibatkan lingkungan dalam keluarga atau dari pihak luar.
f.       Pasangan antara suami dan isteri yang kurang sekufu/ sepadan (misalnya ketimpangan ekonomi, pendidikan dan derajat sosial).
g.     Karena dipengaruhi faktor masing-masing yang terlalu sibuk sehingga mungkin kurang bisa mengatur waktu untuk keluarga.
h.     Karena faktor perselingkuhan (adanya orang ke tiga).
4.  Upaya untuk menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga agar tidak terjadi perceraian:
a.     Meningkatkan pengamalan ajaran agama Islam, misalnya dengan mengendalikan hawa nafsu melalui berpuasa atau membiasakan shlat berjamaah. Yang jelas semua urusan hati dikembalikan ke jalan Allah SWT. Sesuai dengan firmanNya yang artinya: “Ingatlah dengan menyebut nama Allah (berdzikir) akan menentramkan hati”. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak tadarus al Qur’an.
b.     Menghilangkan kehendak atau niatan untuk bercerai dari hati masing-masing. Bicarakan semua permasalan dengan hati yang tenang.
c.      Senantiasa memohon petunjuk agar dibukakan jalan yang baik menurut Allah SWT. Dengan selalu mendekatkan diri kepadaNya.
d.     Diusahakan mampu menyelesaikan semua perselisihan yang terjadi dengan hati yang tenang, ikhlas dan jujur. Dan harus yakin bahwa semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
e.     Mengusahakan meminta nasehat kepada orang yang dianggap berpengaruh seperti orang tua, keluarga atau ke BP-4 yang terdekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar