1. Perceraian
merupakan pintu darurat.perceraian adalah sesuatu yang amat tidak disenangi
oleh seorang istri maupun suami, perceraian merupakan bagian pintu darurat yang tidak perlu
digunakan kecuali dalam keadaan terpaksa untuk mengatasi krisis. Perceeraian
akan merugikan, bukan saja kepada kedua belah pihak, tetapi juga mengorbankan
anak – anak dan masyarakat pada umumnya. Perceraian dapat mengakibatkan tidak
terwujudnya keluarga sakinah. Oleh karna itu undang – undang perkawinan (uu
1/`74 pasal 39) menentukan bahwa percaraian
itu harus ada alasan tertentu, serta harus dilaksanakan di depan sidang
Pengadilan Agama, setelah Pengadilan
Agama itu tidak bisa meng islahnya (mendamaikannya).
Sabda Rasulullah SAW:
ابغض
الحلال الى الله عز وجل الطلاق (رواه ابوداود)
Artinya: “ Sesuatu perbuatan halan yang dibenci oleh
allah SWT Azzawajalla, adalah talaq atau cerai” (H. R. Abu Dawud)
2. Alasan untuk melakukan perceraian yang dibenarkan oleh
Undang – undang Perkawinan (UU I/74 pasal 39), dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 pasal 19 adalah sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, penjudi,
pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun
berturut - turut tanpa izin pihak yang
lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c.
Salah satu pihak
mendapatkan hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
yang berat yang membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami isteri.
f.
Antara suami dan
isteri terus menerus terjadi
perselisihan atau pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi
dalam ikatan rumah tangga.
3. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
perceraian adalah:
a. Perkawinan Dini (perkawinan dalam usia masih muda dan belum
siap secara mental).
b. Kondisi ekonomi keluarga yang masih labil (tidak stabil)
c.
Perasaan cemburu
yang terlalu berlebihan.
d. Karena faktor pengaruh politik dan paham serta keyakinan
antara suami isteri yang berbeda.
e. Karena pengaruh dari pihak ke tiga yang melibatkan
lingkungan dalam keluarga atau dari pihak luar.
f.
Pasangan antara
suami dan isteri yang kurang sekufu/ sepadan (misalnya ketimpangan ekonomi,
pendidikan dan derajat sosial).
g. Karena dipengaruhi faktor masing-masing yang terlalu
sibuk sehingga mungkin kurang bisa mengatur waktu untuk keluarga.
h. Karena faktor perselingkuhan (adanya orang ke tiga).
4. Upaya untuk menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga
agar tidak terjadi perceraian:
a. Meningkatkan pengamalan ajaran agama Islam, misalnya
dengan mengendalikan hawa nafsu melalui berpuasa atau membiasakan shlat
berjamaah. Yang jelas semua urusan hati dikembalikan ke jalan Allah SWT. Sesuai
dengan firmanNya yang artinya: “Ingatlah dengan menyebut nama Allah (berdzikir)
akan menentramkan hati”. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak tadarus al
Qur’an.
b. Menghilangkan kehendak atau niatan untuk bercerai dari
hati masing-masing. Bicarakan semua permasalan dengan hati yang tenang.
c.
Senantiasa memohon
petunjuk agar dibukakan jalan yang baik menurut Allah SWT. Dengan selalu
mendekatkan diri kepadaNya.
d. Diusahakan mampu menyelesaikan semua perselisihan yang
terjadi dengan hati yang tenang, ikhlas dan jujur. Dan harus yakin bahwa semua
permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
e. Mengusahakan meminta nasehat kepada orang yang dianggap
berpengaruh seperti orang tua, keluarga atau ke BP-4 yang terdekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar